Minggu, 29 April 2012

Sedikit sejarah kota pati


Sejarah Kabupaten Pati berpangkal
tolak dari beberapa gambar yang
terdapat pada Lambang Daerah
Kabupaten Pati yang sudah
disahkan dalam Peraturan Daerah
No. 1 Tahun 1971 yaitu Gambar yang
berupa: "keris rambut pinutung dan
kuluk kanigara".
Menurut cerita rakyat dari mulut ke
mulut yang terdapat juga pada kitab
Babat Pati dan kitab Babat lainnya
dua pusaka yaitu "keris rambut
pinutung dan kuluk kani" merupakan
lambang kekuasan dan kekuatan
yang juga merupakan simbul
kesatuan dan persatuan.
Barangsiapa yang memiliki dua
pusaka tersebut, akan mampu
menguasai dan berkuasa
memerintah di Pulau Jawa. Adapun
yang memiliki dua pusaka tersebut
adalah Raden Sukmayana penggede
Majasemi andalan Kadipaten
Carangsoka.
Kevakuman Pemerintahan di Pulau
Jawa
Menjelang akhir abad ke XIII sekitar
tahun 1292 Masehi di Pulau Jawa
vakum penguasa pemerintahan yang
berwibawa. Kerajaan Pajajaran mulai
runtuh, Kerajaan Singasari surut,
sedang Kerajaan Majapahit belum
berdiri.
Di Pantai utara Pulau Jawa Tengah
sekitar Gunung Muria bagian Timur
muncul penguasa lokal yang
mengangkat dirinya sebagai adipati,
wilayah kekuasaannya disebut
kadipaten .
Ada dua penguasa lokal di wilayah itu
yaitu. 1. Penguasa Kadipaten
Paranggaruda, Adipatinya bernama
Yudhapati, wilayah kekuasaannya
meliputi sungai Juwana ke selatan,
sampai pegunungan Gamping Utara
berbatasan dengan wilayah
Kabupaten Grobogan. Mempunyai
putra bernama Raden Jasari. 2.
Penguasa Kadipaten Carangsoka,
Adipatinya bernama: Puspa
Andungjaya, wilayah kekuasaannya
meliputi utara sungai Juwana sampai
pantai Utara Jawa Tengah bagian
timur. Adipati Carangsoka
mempunyai seorang putri bernama
Rara Rayungwulan
Kadipaten Carangsoka dan
Paranggaruda Berbesanan
Kedua Kadipaten tersebut hidup
rukun dan damai, saling
menghormati dan saling menghargai
untuk melestarikan kerukunan dan
memperkuat tali persaudaraan,
Kedua adipati tersebut bersepakat
untuk mengawinkan putra dan
putrinya itu. Utusan Adipati
Paranggaruda untuk meminang Rara
Rayungwulan telah diterima, namun
calon mempelai putri minta bebana
agar pada saat pahargyan boja
wiwaha daup (resepsi) dimeriahkan
dengan pagelaran wayang dengan
dalang kondang yang bernama
"Sapanyana".
Untuk memenuhi bebana itu, Adipati
Paranggaruda menugaskan
penggede kemaguhan bernama
Yuyurumpung agul-agul
Paranggaruda. Sebelum
melaksanakan tugasnya, lebih dulu
Yuyurumpung berniat melumpuhkan
kewibawaan Kadipaten Carangsoka
dengan cara menguasai dua pusaka
milik Sukmayana di Majasemi.
Dengan bantuan uSondong
Majerukn kedua pusaka itu dapat
dicurinya namun sebelum dua
pusaka itu diserahkan kepada
Yuyurumpung, dapat direbut kembali
oleh Sondong Makerti dari Wedari.
Bahkan Sondong Majeruk tewas
dalam perkelahian dengan Sondong
Makerti. Dan Pusaka itu diserahkan
kembali kepada Raden Sukmayana.
Usaha Yuyurumpung untuk
menguasai dan memiliki dua pusaka
itu gagal.
Walaupun demikian Yuyurumpung
tetap melanjutkan tugasnya untuk
mencari Dalang Sapanyana agar
perkawinan putra Adipati
Paranggaruda tidak mangalami
kegagalan (berhasil dengan baik).
Pada Malam pahargyan bojana
wiwaha (resepsi) perkawinaan dapat
diselenggarakan di Kadipaten
Carangsoka dengan Pagelaran
Wayang Kulit oleh Ki Dalang
Sapanyana. Di luar dugaan
pahargyan baru saja dimulai, tiba-
tiba mempelai putri meninggalkan
kursi pelaminan menuju ke
panggung dan seterusnya melarikan
diri bersama Dalang Sapanyana.
Pahargyan perkawinan antara "
Raden Jasari " dan " Rara
Rayungwulan " gagal total.
Adipati Yudhapati merasa
dipermalukan, emosi tak dapat
dikendalikan lagi. Sekaligus
menyatakan permusuhan terhadap
Adipati Carangsoka. Dan peperangan
tidak dapat dielakkan. Raden
Sukmayana dari Kadipaten
Carangsoka mempimpin prajurit
Carangsoka, mengalami luka parah
dan kemudian wafat. Raden
Kembangjaya (adik kandung Raden
Sukmayana) meneruskan
peperangan. Dengan dibantu oleh
Dalang Sapanyana, dan yang
menggunakan kedua pusaka itu
dapat menghancurkan prajurit
Paranggaruda. Adipati Paranggaruda,
Yudhapati dan putera lelakinya gugur
dalam palagan membela kehormatan
dan gengsinya.
Oleh Adipati Carangsoka, karena
jasanya Raden Kembangjaya
dikawinkan dengan Rara
Rayungwulan kemudian diangkat
menjadi pengganti Carangsoka.
Sedang dalang Sapanyana diangkat
menjadi patihnya dengan nama "
Singasari ".
Kadipaten Pesantenan
Untuk mengatur pemerintahan yang
semakin luas wilayahnya ke bagian
selatan, Adipati Raden Kembangjaya
memindahkan pusat
pemerintahannya dari Carangsoka ke
Desa Kemiri dengan mengganti
nama " Kadipaten Pesantenan
dengan gelar " Adipati Jayakusuma di
Pesantenan.
Adipati Jayakusuma hanya
mempunyai seorang putra tunggal
yaitu " Raden Tambra ". Setelah
ayahnya wafat, Raden Tambra
diangkat menjadi Adipati Pesantenan,
dengan gelar " Adipati Tambranegara
". Dalam menjalankan tugas
pemerintahan Adipati Tambranegara
bertindak arif dan bijaksana. Menjadi
songsong agung yang sangat
memperhatikan nasib rakyatnya,
serta menjadi pengayom bagi hamba
sahayanya. Kehidupan rakyatnya
penuh dengan kerukunan,
kedamaian, ketenangan dan
kesejahteraannya semakin
meningkat.
Kabupaten Pati
Untuk dapat mengembangkan
pembangunan dan memajukan
pemerintahan di wilayahnya Adipati
Raden Tambranegara memindahkan
pusat pemerintahan Kadipaten
Pesantenan yang semula berada di
desa Kemiri menuju ke arah barat
yaitu, di desa Kaborongan, dan
mengganti nama Kadipaten
Pesantenan menjadi Kadipaten Pati.
Dalam prasasti Tuhannaru, yang
diketemukan di desa Sidateka,
wilayah Kabupaten Majakerta yang
tersimpan di musium Trowulan.
Prasasti itu terdapat pada delapan
Lempengan Baja, dan bertuliskan
huruf Jawa kuna. Pada lempengan
yang keempat antara lain berbunyi
bahwa : ..... Raja Majapahit, Raden
Jayanegara menambah gelarnya
dengan Abhiseka Wiralanda Gopala
pada tanggal 13 Desember 1323 M.
Dengan patihnya yang setia dan
berani bernama Dyah Malayuda
dengan gelar "Rakai", Pada saat
pengumuman itu bersamaan dengan
pisuwanan agung yang dihadiri dari
Kadipaten pantai utara Jawa Tengah
bagian Timur termasuk Raden
Tambranegara berada di dalamnya.
Pati Bagian dari Majapahit
Raja Jayanegara dari Majapahit
mengakui wilayah kekuasaan para
Adipati itu dengan memberi status
sebagai tanah predikan, dengan
syarat bahwa para Adipati itu setiap
tahun harus menyerahkan Upeti
berupa bunga.
Bahwa Adipati Raden Tambranegara
juga hadir dalam pisuwanan agung
di Majapahit itu terdapat juga dalam
Kitab Babad Pati, yang disusun oleh
K.M. Sosrosumarto dan
S.Dibyasudira, diterbitkan oleh
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia,
1980. Halaman 34, Pupuh
Dandanggula pada : 12 yang
lengkapnya berbunyi : ..... Tan alami
pajajaran kendhih, keratonnya ing
tanah Jawa angalih Majapahite,
ingkang jumeneng ratu, Brawijaya
ingkang kapih kalih, ya Jaka Pekik
wasta, putra Jaka Suruh, Kyai Ageng
Pathi nama, Raden Tambranegara
sumewa maring Keraton Majalengka.
Artinya Tidak lama kemudian
Kerajaan Pajajaran kalah, Kerajaan
Tanah Jawa lalu pindah ke Majapahit,
adapun yang menjadi rajanya adalah
Brawijaya II, yaitu Jaka Pekik
namanya, putranya Jaka Suruh. Pada
waktu itu Kyai Ageng Pati, yang
bernama Tambranegara menghadap
ke Majalengka, yaitu Majapahit .
Berdasarkan hal tersebut, jelaslah
bahwa Raden Tambranegara Adipati
Pati turut serta hadir dalam
pisowanan agung di Majapahit.
Pisowanan agung yang dihadiri oleh
Raden Tambranegara ke Majapahit
pada tanggal 13 Desember 1323 ,
maka diperkirakan bahwa pindahnya
Kadipaten Pesantenan dari Desa
Kemiri ke Desa Kaborongan dan
menjadi Kabupaten Pati itu pada
bulan Juli dan Agustus 1323 M
(Masehi). Ada tiga tanggal yang baik
pada bulan Juli dan Agustus 1323
yaitu : 3 Juli , 7 Agustus dan 14
Agustus 1323 .
Hari Jadi Pati
Kemudian diadakan seminar pada
tanggal 28 September 1993 di
Pendopo Kabupaten Pati yang
dihadiri oleh para perwakilan lapisan
masyarakat Kabupaten Pati, para
guru sejarah SMA se Kabupaten Pati,
Konsultan, Dosen Fakultas Sastra dan
Sejarah UNDIP Semarang, secara
musyawarah dan sepakat
memutuskan bahwa pada tanggal 7
Agustus 1323 sebagai hari
kepindahan Kadipaten Pesantenan di
Desa Kemiri ke Desa Kaborongan
menjadi Kabupaten Pati .
Tanggai 7 Agustus 1323 sebagai HARI
JADI KABUPATEN PATI telah
ditetapkan dalam Peraturan Daerah
Kabupaten Pati Nomor : 2/1994
tanggal 31 Mei 1994, sehingga
menjadi momentum Hari Jadi
Kabupaten Pati dengan surya
sengkala " KRIDANE PANEMBAH
GEBYARING BUMI " yang bermakna "
Dengan bekerja keras dan penuh
do'a kita gali Bumi Pati untuk
meningkatkan kesejahteraan lahiriah
dan batiniah ". Untuk itu maka setiap
tanggal 7 Agustus 1323 yang
ditetapkan dan diperingati sebagai
"Hari Jadi Kabupaten Pati".
Geografi
Sebagian besar wilayah Kabupaten
Pati adalah dataran rendah. Bagian
selatan (perbatasan dengan
Kabupaten Grobogan dan
Kabupaten Blora ) selengkapnya
Published with Blogger-droid v2.0.4